26 Februari 2018

CARA PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA TERIPANG


Pemilihan lokasi merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan budi daya.   Selain itu, beberapa pertimbangan bioekologi, sosial ekonomi, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku juga harus dipenuhi agar kemungkinan timbulnya beberapa hambatan/masalah di kemudian hari bisa diantisipasi sedini mungkin.


Pada umumnya budi daya teripang dilakukan di perairan pantai pada kawasan pasang surut. Ini disebabkan karena potensi lahan pantai masih cukup luas. Namun demikian, teripang mempunyai kemungkinan pula untuk dibudidayakan di kolam air laut (tambak) dengan syarat tertentu.

Secara umum, perairan pantai yang memiliki benih teripang alami cocok untuk tempat budi daya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan suatu lokasi yang tidak memiliki benih alami juga cocok untuk tempat budi daya.

Jenis teripang yang sudah dan banyak dibudidayakan di negara kita ialah teripang putih (Holothuria scabra).  Hal ini dikarenakan harga teripang ini mahal, pertumbuhannya cepat, lebih toleran terhadap perubahan lingkungan, dan dapat dibudidayakan dengan padat penebaran tinggi. Oleh karena itu, pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan lokasi ini diutamakan untuk jenis teripang putih walaupun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan pada jenis-jenis teripang lain. Hal  ini  mengingat  setiap jenis  teripang  mempunyai  sifat  biologi spesifik yang berbeda, tetapi secara umum habitatnya relatif sama.


Pertimbangan dalam pemilihan lokasi tersebut adalah sebagai berikut:

1)  Lokasi  terlindung

Lokasi budi daya harus terlindung dari pengaruh ams, gelombang, maupun angin yang besar.  Arus, gelombang, atau angin yang besar akan memsak sarana budi daya serta menyulitkan dalam pengelolaan budi daya. Lokasi yang terlindung dari pengaruh seperti ini biasa diketemukan di perairan teluk, laguna, atau perairan terbuka yang terlindung oleh gugusan pulau atau karang penghalang.

2)  Kedalaman air   
Kedalaman air di lokasi budi daya sebaiknya berkisar antara 0,5 - 1 m dihitung pada waktu surut terendah, sedangkan pada pasang tertinggi kedalaman perairan sebaiknya tidak lebih dari 2  m.  Hal ini untuk menghindarkan teripang dari kekeringan atau kenaikan suhu air yang dapat mengganggu kehidupannya.

3)  Dasar perairan
Dasar perairan sebaiknya landai, terdiri dari pasir dan pecahan-pecahan karang, berlumpur, dan banyak ditumbuhi ilalang laut/lamun serta rumput laut.   Karang,  ilalang laut,  serta rumput laut ini selain berfungsi sebagai pelindung, juga berfungsi sebagai perangkap makanan untuk teripang.

4)  Perairan jernih
Perairan harus jemih, bebas pencemaran dengan nilai kecerahan 50 - 150 cm yang diukur dengan piring seicchi.

karamba teripang
5)  Kualitas air
Lokasi budi daya yang dipilih sebaiknya mempunyai kisaran suhu air 24 - 30°C, kadar garam 28 - 32 ppt,  pH air 6,5 - 8,5,  oksigen terlarut 4 - 8 ppm, dan mempunyai gerakan air cukup (kecepatan arus 0,3 - 0,5 m/detik).

6)  Ketersediaan benih
Benih merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Oleh karena itu, untuk menjamin kelangsungan budi daya teripang, harus tersedia benih yang cukup baik kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas.
Lokasi budi daya sebaiknya dekat dengan sumber benih atau lokasi itu memiliki benih alami.   Terdapatnya benih alami di lokasi itu merupakan petunjuk bahwa  lokasi itu cocok untuk tempat budi daya. Di samping itu, kualitas benih akan terjaga tidak mengalami stress karena penanganan dan pengangkutan dan tidak perlu lagi biaya untuk pengangkutan.

7)  Kemudahan
Lokasi budi daya harus mudah dijangkau. Selain itu, sarana produksi harus mudah diperoleh  dan pemasaran harus dapat dilakukan dengan mudah di tempat itu. Pertimbangan lainnya, lokasi budi daya sebaiknya bukan merupakan. pusat kegiatan nelayan, bukan daerah penangkapan ikan, bukan wilayah pelayaran, dan bukan daerah pariwisata sehingga benturan kepentingan dapat dihindarkan.

Referensi:
http://nationalgeographic.co.id/foto-lepas/2011/06/mencari-teripang
http://sinar-fals.blogspot.com/2010/12/gambar-keramba-tancap-teripang.html
Martoyo J,  Aji N dan Winanto T, 1994. Budidaya

Teripang. Penebar swadaya, Jakarta.

22 Februari 2018

PEMBINAAN MANAJERIAL KELOMPOK


Tumbuh dan berkembangnya kelompok - kelompok dalam masyarakat, umumnya didasarkan atas adanya kepentingan dan tujuan bersama, sedangkan kekompakan kelompok tersebut tergantung pada faktor pengikat yang dapat meningkatkan keakraban individu-individu yang menjadi anggota kelompok.

Dengan berkelompok maka pelaku utama akan belajar mengorganisasi kegiatan bersama-sama, yaitu membagi pekerjaan dan mengkoordinisasi pekerjaan dengan mengikuti tata tertib sebagai hasil kesepakatan mereka. Mereka belajar membagi peranan dan melakukan peranan tersebut. Mereka belajar bertindak atas nama kelompok yang kompak, yaitu setiap anggota merasa memiliki komitmen terhadap kelompoknya. Mereka merasa "In Group" yaitu mengembangkan "ke-kitaan bukan  ke-kamian". Dengan demikian akan merasa bangga sebagai suatu kelompok yang terorganisasi secara baik, dibandingkan berbuat sendiri-sendiri.
Kelompok pelaku utama adalah kumpulan pelaku utama yang mempunyai hubungan atau interaksi yang nyata, mempunyai daya tahan dan struktur tertentu, berpartisipasi bersama dalam suatu kegiatan. Hal ini tidak  akan dapat terwujud tanpa adanya kesatuan kelompok tersebut.
Pelaku utama diharapkan dapat  mandiri dalam arti mampu merumuskan masalah, mengambil keputusan, merencanakan, melaksanakan kegiatan dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Tumbuhnya kemandirian tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui kelompok.
Pengembangan kelompok diarahkan pada peningkatan kemampuan kelompok dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan usaha perikanan, penguatan kelompok menjadi organisasi kelompok yang kuat dan mandiri.
Ciri-ciri Kelompok yang sudah kuat dan mandiri antara lain:
1.   Adanya pertemuan/rapat anggota dan  pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan.
2.   Disusunnya rencana kerja kelompok secara bersama dan dilaksanan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir pelaksanaan dilakukan evaluasi secara partisipatif.
3.   Memiliki aturan/norma yang disepakati dan ditaati bersama.
4.   Memiliki pencatatan/pengadministrasian organisasi yang lengkap.
5.   Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama disektor hulu dan hilir.
6.   Memfasilitasi usaha secara komersial dan berorientasi pasar.
7.   Sebagai sumber serta pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para pelaku utama umumnya anggota kelompok.
8.   Adanya jalinan kerjasama antara kelompok dengan pihak lain.
9.   Adanya pemupukan modal usaha yang baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha/kegiatan kelompok.
Bila semua anggota kelompok secara sadar sepakat untuk mengikuti anjuran dan merasakan manfaat dari kegiatan berkelompok, maka langkah selanjutnya adalah berupa bimbingan-bimbingan. Bimbingan tersebut terus dilakukan secara berkala melalui upaya pembinaan yang terus menerus. Pembinaan kepada para sasaran/pelaku utama dilakukan sesuai jadwal yang telah disepakati bersama. Pembinaan tidak semata-mata  hanya dilakukan oleh penyuluh perikanan/pendamping saja, melainkan harus ada dukungan yang kuat dari instansi terkait lainnya, karena dalam proses pembinaan sering ditemui permasalahan yang dihadapi di lapangan dan harus melibatkan institusi lain.
Pengembangan kelompok pelaku utama diarahkan pada peningkatan kemampuan setiap kelompok pelaku utama dalam melaksanakan fungsinya, peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan usahanya, penguatan kelompok pelaku utama menjadi organisasi yang kuat dan mandiri. Kegiatan ini dalam proses penyuluhan perikanan sering disebut dengan Pembinaan Manajerial Kelompok.
Beberapa langkah-langkah sederhana, urgen dan efektif dalam pembinaan manajerial kelompok, adalah:
1.      Penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
2.      Pembuatan papan nama dan struktur organisasi kelompok
3.      Penyusunan buku administrasi kelompok
4.      Pengorganisasian kelompok
5.      Permodalan kelompok
6.      Pengelolaan pinjaman ke anggota kelompok
7.      Pemeriksaaan keuangan kelompok
8.      Pengelolaan kesehatan keuangan kelompok



Sumber:

Anonimous, 2006. Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Nomor 16 Tahun 2006.
Anonimous, 2007. Modul Pelatihan Kelompok. Program Pengembangan Kecamatan, Regional Management Unit Wilayah - VII Jawa Timur.
http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.com
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Pranoto, J dan Suprapti, W. 2006. Membangun Kerjasama Tim (Team Building).Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia, Jakarta.

19 Februari 2018

Pakan Buatan Ikan Sidat Budidaya Intensif

BATASAN
Standar ini menetapkan syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji dan pengukuran, syarat penandaan dan cara pengemasan. SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-44131997.
SYARAT MUTU
Syarat mutu pakan ikan sidat ukuran elver, fry dan pembesaran seperti pada tabel dibawah ini. 
Tabel : Syarat mutu pakan ikan sidat ukuran elver, fry dan pembesaran

CARA PENGAMBILAN CONTOH 
Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 01-2326-1991

CARA UJI DAN PENGUKURAN
1)   Cara uji kimia : a) kadar air, sesuai SNI 01-2354.2-2006, Penentuan kadar air pada produk perikanan; b) kadar abu total, sesuai SNI 01-2354.1-2006, Penentuan kadar abu pada produk perikanan; c) kadar lemak total sesuai SNI 01-2354.3-2006, Penentuan, kadar lemak total pada produk perikanan; d) kadar protein, sesuai SNI 01-2354.4-2006, Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan; e) kadar serat kasar, sesuai SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman; f) non protein nitrogen dengan metode nitrogen bebas; g) kadar antibiotika (tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin dan doksisiklin) dan turunannya berdasarkan SNI 01-4494-1998. Penentuan tetrasiklin dan derivatnya dalam udang dan ikan secara kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC); h) kadar residu antibiotika kloramfenikol dilakukan dengan metoda kromatografi cair kinerja tinggi atau kromatografi gas.
2)   Cara penentuan mikroba : a) kadar Salmonella sesuai SNI 01-2332.2-2006, Penentuan Salmonella pada produk perikanan; b) kandungan aflatoksin dengan metode analisis aflatoksin terhadap  bahan (makanan kacang tanah, kelapa, dan kelapa hibrida).

SYARAT PENANDAAN
Tulisan pada kemasan dalam bahasa Indonesia dengan mencamtumkan : merk dagang, nama produsen, klasifikasi pakan, bobot netto, jenis bahan yang digunakan, jenis bahan yang ditambahkan, kandungan nutrisi, cara penyimpanan, cara penggunaan, bentuk dan sifat fisik, kestabilan dalam air, tanggal kadaluarsa dan kode produksi.

CARA PENGEMASAN
Dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, aman dalam penyimpanan dan pengangkutan.

REFERENSI
BSN, 2006. SNI 01-4413-2006  Pakan Buatan Untuk Ikan Sidat (Anguilla spp)  pada Budidaya Intensif. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

15 Februari 2018

BENTUK KONTRUKSI SARANA PADA BUDIDAYA TERIPANG

Pada dasarnya metode budi daya teripang ialah membatasi areal di laut untuk  luasan tertentu  agar teripang  yang  dipelihara  terkurung  di dalamnya, tidak dapat meloloskan diri dan tidak mendapat serangan hama.  Dengan demikian, tambak yang tidak produktif  asalkan kondisi air dan tanahnya memenuhi syarat untuk kehidupan teripang dapat pula digunakan sebagai tempat budi daya. Metode budi daya teripang tidak jauh berbeda dengan metode budi daya kerang-kerangan, misalnya kerang darah atau kerang bulu, yang dikenal dengan metode pen culture  kurungan tancap atau kurungan pagar.
Teripang merupakan hewan yang hidup di dasar perairan dan pergerakannya relatif lambat. Meskipun gerakan teripang tergolong lambat, desain dan konstruksi kurungan pagar harus dapat menjamin teripang tidak lolos dari dasar kurungan pagar. Di samping itu, karena pergerakan teripang relatif lambat, maka binatang laut ini dapat dibudidayakan dengan padat penebaran yang cukup tinggi.
Desain dan konstruksi kurungan pagar umumnya dibedakan menjadi dua berdasarkan bahan kurungan pagar yang dipergunakan yaitu kurungan pagar dari bambu dan kurungan pagar dari jaring.


Kurungan pagar dari bambu. Bentuknya bisa bervariasi

1.   Kurungan pagar dari bambu
Bentuk dan ukuran kurungan pagar dari bambu sangat bervariasi, dalam arti tidak ada aturan yang pasti. Pada dasarnya bentuk dan ukuran ini tergantung pada kemampuan pengelolaan, modal yang dimiliki, dan lokasi budi daya yang tersedia.  Bentuk kurungan pagar umumnya empat persegi panjang atau bujur sangkar. Luasnya antara 400 m2 (20 m x 20 m) sampai 800 m2 (40 m x 20 m), sedangkan tinggi dari dasar perairan adalah 75 - 100 cm. Berikut ini adalah urutan pembuatan kurungan pagar bambu.
a)  Bilah bambu yang berukuran lebar 2 - 4 cm dan panjang  125 - 150 cm dirangkaikan satu sama lain dengan tali polietilen yang berdiameter 3 - 4 mm sehingga menyerupai kerai bambu. Ujung bilah bambu bagian bawah dibuat runcing agar mudah ditancapkan ke dasar perairan. Untuk memudahkan pemasangan, rangkaian bilah bambu dibuat pendek, 4 - 5 m.
b)  Rangkaian bilah bambu yang telah dibuat ditancapkan di dasar perairan tempat budi daya teripang. Untuk memperkuat, rangkaian ini,  setiap  1 - 2  m  diberi  tiang  penyangga  dan  bambu  atau  kayu. Pemasangan rangkaian bilah bambu ini disesuaikan dengan bentuk dan ukuran yang kita kehendaki. Kurungan pagar siap dioperasikan sebagai tempat budi daya teripang.


Kurungan pagar dari jarring, lebar mata jarring 0,5 – 1 inci.


Konstruksi kurungan pagar dari jarring



2.   Kurungan pagar dari jaring
Bentuk dan ukuran kurungan pagar dari jaring juga bervariasi. Umumnya berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar dengan ukuran 400 m2 (20 m x 20 m) sampai 800 m2 (40 m x 20 m). Pembuatannya dapat dilakukan dengan urutan seperti berikut ini.
a)  Tancapkan pancang kayu/bambu ke dasar perairan sesuai bentuk dan ukuran kurungan pagar yang kita kehendaki. Jarak antar pancang berkisar antara 1 - 2 m, sedangkan tinggi pancang dari dasar perairan berkisar antara 75 - 100 cm.
b)  Jaring  dari  bahan  polietilen  dengan  lebar  mata  0,5 - 1  inci direntangkan pada pancang kayu yang telah kita pasang di lokasi budi daya. Bagian jaring yang berada di dasar perairan diikatkan pada sebilah papan yang dibenamkan di dasar perairan agar teripang tidak meloloskan diri.
c)   Jaring  bagian  atas  diberi  tali  lis  dari  bahan  polietilen  yang berdiameter 0,6 - 0,8 cm agar kuat dan terbuka mata jaringnya. Kurungan pagar dari jaring siap dioperasikan.

Referensi:
Martoyo J,  Aji N dan Winanto T, 1994. Budidaya 

Teripang. Penebar swadaya, Jakarta.

13 Februari 2018

CARA PEMELIHARAAN TERIPANG

PADAT PENEBARAN BENIH

Teripang merupakan hewan yang gerakannya lamban dan dapat hidup secara berkelompok. Sehingga upaya peningkatan produksi persatuan luas lahan dapat dilakukan dengan peningkatan padat penebaran.
Padat penebaran untuk budi daya teripang ditentukan oleh ukuran benih. Benih dengan berat antara 30 - 40 g/ekor ditebarkan sebanyak 15 - 20 ekor/m2, sedangkan benih dengan berat antara  40 - 50 g/ekor padat penebarannya adalah 10 - 15 ekor/m2.  Sehingga untuk satu unit lahan budi daya seluas 400 m2 diperlukan  benih teripang sebanyak 6.000 - 8.000 ekor dengan berat 30 - 40 g/ekor dan panjang 5 - 7 cm/ekor. Sedangkan untuk benih dengan berat 40 - 50 g/ekor diperlukan sebanyak 4.000 - 6.000 ekor.
Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, benih yang ditebarkan pun harus baik pula. Ciri-ciri benih teripang yang baik antara lain berwarna cerah dan tidak cacat, bila dipegang tidak cepat lembek dan lendirnya tidak terlalu banyak, gerakannya aktif, dan tubuhnya tidak bengkok atau tidak menggelembung.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari agar benih terhindar dari stres. Sebelum benih ditebarkan perlu diaklimatisasikan terlebih dahulu dengan cara kondisi air di lokasi budi daya disesuaikan dengan kondisi air di tempat penampungan benih. Apabila teripang mengalami stres akan terjadi pengeluaran isi perut dan kekakuan tubuh sehingga mengakibatkan kematian.

PEMBERIAN PAKAN
Pakan alami teripang yang berupa plankton, detritus atau sisa-sisa bahan organik, dan sisa-sisa endapan di dasar laut dapat diperoleh di sekitar lingkungan budi  daya.   Namun  demikian,  teripang yang dibudidayakan sebaiknya diberi pakan tambahan untuk mempercepat pertumbuhan.


Pakan tambahan itu berfungsi untuk menambah kesuburan perairan dan umumnya berupa campuran kotoran hewan dan dedak  halus  dengan  perbandingan 1 : 1. Pakan diberikan sebanyak 0,2 - 0,5 kg/m2/2 minggu. Pakan diberikan dengan cara ditempatkan dalam karung goni yang berlubang-lubang sehingga keluar sedikit demi sedikit.   Hal ini bertujuan untuk mencegah hanyutnya pakan karena arus atau gelombang. Dalam setiap kantong goni biasanya berisi pakan tambahan sebanyak 10 - 15 kg. Jumlah tersebut dapat mencukupi untuk luasan budi daya 30 - 50 m2.
Aktivitas teripang, termasuk mencari makanan di dasar perairan, umumnya berlangsung pada malam hari. Pada siang hari hewan ini lebih senang membenamkan diri dalam pasir atau beristirahat di sela-sela karang untuk menghindari hewan pemangsa.
Dilihat dari jenis, jumlah dan cara penyediaan pakannya, budi daya teripang tidak membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Lagipula, bahan pakan teripang dapat diperoleh dengan mudah di sekitar kita.

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Beberapa jenis hama maupun hewan penyaing seperti kepiting, bulu babi, dan bintang laut harus disingkirkan dari kurungan pagar. Hama dapat mengakibatkan kerusakan fisik pada tubuh teripang, misalnya terluka atau bahkan akan memangsanya. Sedangkan hewan penyaing merugikan karena berkompetisi dalam hal perolehan pakan, ruang gerak, dan sebagainya.
Kerusakan fisik pada tubuh teripang karena serangan hama dapat menimbulkan penyakit. Luka yang tidak segera diobati menjadi bertambah besar. Akibatnya, makin lama fisik teripang semakin lemah. Untuk itu, pengobatan teripang yang terluka harus segera dilakukan dengan merendamnya dalam larutan acriflauin 4 ppm atau methylen blue 4 ppm selama 0,5 - 1 jam. Setelah diobati, teripang ditempatkan dalam bak penampungan selama 1 - 2 hari.
Organisme-organisme penempel seperti rumput laut, teritip, dan sponge yang menempel pada kurungan pagar harus dibersihkan secara berkala. Keberadaan  organisme-organisme penempel ini akan mengganggu sirkulasi air dalam kurungan pagar dan menurunkan kualitas  air,  yarig  berakibat  kurang  baik  bagi  pertumbuhan  teripang. Oleh karena itu, pengamatan dan pembersihan kurungan pagar secara rutin mutlak dilakukan.



Referensi:
Martoyo J,  Aji N dan Winanto T, 1994. Budidaya Teripang. Penebar swadaya, Jakarta.

06 Februari 2018

CARA MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN GURAME


Ikan gurame memang hidup di air yang banyak mengandung Lumpur. Banyak orang yang mengira bahwa bau lumpur pada ikan gurame disebabkan karena ikan gurame hidup pada lingkungan yang berlumpur. Sebenarnya, timbulnya bau lumpur pada ikan gurami hasil pemeliharaan di kolam stagnan disebabkan oleh senyawa geosmin yang dihasilkan oleh melimpahnya (blooming) fitoplankton (alga hijau-biru) di perairan.
Jika tidak ditangani dengan baik, bau lumpur ini akan menjadi salah satu penyebab orang kurang mengkonsumsi ikan. Karena bau lumpur masih terasa pada masakan ikan, padahal sebagian besar orang tidak menyukai bau lumpur pada olahan masakan ikan.

Tips Agar Gurame Tidak Berbau Lumpur

A.  Pencegahan bau lumpur di kolam
Pencegahan bau lumpur di kolam ini perlu dilakukan melalui cara yang tepat yaitu dengan mengendalikan kelimpahan plankton. Plankton penyebab bau lumpur di kolam ini pada umumnya adalah fitoplankton alga hijau-biru jenisCoelasphaerium dan Oscilatoria.

Pencegahan ini bertujuan agar gurame tidak berbau lumpur dan sekaligus mengendalikan plankton penyebab bau lumpur. Pencegahan dapat dilakukan secara kimia yaitu  dengan menggunakan tembaga oksida dan pupuk urea dan secara biologis yaitu dengan menggunakan tanaman air.
Pengendalian plankton penyebab bau lumpur ini lebih baik dilakukan dengan cara biologis yaitu dengan menggunakan tanaman air Salvinia natans. Tanaman air ini hanya disebarkan di kolam dan selalu dikontrol kelimpahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tanaman air Salvinia natansefektif mencegah kelimpahan fitoplankton alga hijau-biru yang komposisinya didominasi oleh Coelasphaerium dan Oscilatoria.
Dengan penggunaan tanaman air Salvinia natans, kelimpahan plankton nyata lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan tembaga oksida dan pupuk urea.

B.   Penanganan bau lumpur pada saat panen ikan

Penanganan bau lumpur pada saat panen ikan ini sudah dilakukan oleh pembudidaya gurame di daerah Beji Banyumas. Ikan gurame yang berbau lumpur dikarantina dalam kolam khusus dan hanya diberi pakan berupa daun sente selama kurang lebih 7 hari. Setelah itu bau lumpur yang ada akan hilang. Hal ini dikarenakan kotoran pada insang dan lendir yang mengandung kotoran pada seluruh tubuh ikan akan hilang. Sehingga cita rasa lumpur pada ikan akan hilang.

Bau lumpur pada ikan gurami dapat dihilangkan dengan perlakuan berupa pemberokkan ikan gurami pada air yang bersalinitas 8 sampai dengan 12 ppt selama 7 hari. Pemberokan ikan gurami ini mengakibatkan perubahan yang terjadi pada kulit yang semula mengkilat menjadi terlihat lebih kusam, dan tesktur semula lembek (banyak mengandung air dan mudah pemisahaan dagingnya) menjadi kenyal (struktur daging kompak, kering dan tidak mudah terjadi pemisahan).
Penanganan dengan pemberokan selama 7 hari, selain menghilangkan bau lumpur pada gurame juga  menjadikan daging ikan terasa lebih gurih, struktur daging lebih kompak dan kering.

SUMBER: 
Ainun Mardiyah, S.St.Pi

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN